Selasa, 18 September 2012


SDN Tribakti Pangalengan
Dari Seberang Situ Cileunca, Memimpikan Sekolah Aman
Oleh Aang Kusmawan

Jika anda pernah berkunjung ke Situ Cileunca Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, anda tentu akan melihat gugusan daratan di seberang situ Cileunca. Dari kejauhan gugusan daratan itu seperti sebuah pulau kecil. Namun sebenarnya itu bukanlah sebuah pulau kecil, itu adalah sebuah desa, Desa Pulosari namanya. Disana terdapat satu SD Negeri, itulah SDN Tribakti.

Sekolah tersebut bisa dibilang sekolah  sederhana. Bangunannya tidak terlalu megah seperti sekolah lain. Satu jejer dengan jumlah empat kelas, dan satu  jejer lainnya dengan kapasitas tiga kelas  sedang dibangun. Dananya pembangunanya dari pemerintah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).  Toilet untuk siswa ada dua. Letaknya disamping gedung yang sedang dibangun. Air ditoiletnya  kadang mengalir, kadang juga tidak.
Muridnya tidak kurang dari delapan puluh lima orang.

Gurunya tidak lebih dari enam orang. Dari enam orang tersebut, guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah empat orang. Selebihnya adalah pegawai honorer dengan gaji SATUJUTA, alias sabar jujur dan tawakal. Tidak ada penjaga sekolah khusus. Setelah jam sekolah selesai, sekolah tersebut dititipkan kepada masyarakat yang ada disekitar.  Begitulah SDN Tribakti.

Namun, siapa sangka, dibalik kesederhanaan tersebut sebenarnya tersimpan potensi bencana yang belum disadari serius oleh komunitas sekolah. Sebagai SD yang terletak disekitar situ dan berada didataran tinggi Bandung Selatan, kondisi tanahnya labil. Sedikit getaran dari dalam perut bumi sangat mudah terasa.

Selain itu, sebagai daerah yang berada tidak jauh dari pengeboran gas bumi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan multinasional, sering kali desa Pulosari mengalami getaran seperti gempa. Walaupun belum ada penelitian yang mengatakan bahwa getaran tersebut berasal dari mana, namun masyarakat sekitar meyakini bahwa getaran tersebut berasal dari aktifitas pengeboran tersebut.

Diluar dua kondisi tersebut, secara umumpun diketahui bahwa Kabupaten Bandung, sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat memang mempunyai potensi bencana yang tinggi. Potensi bencana tersebut yaitu gempa bumi.

Menyadari potensi dan ancaman bencana tersebut, komunitas sekolah yang terdiri dari guru, kepala sekolah, siswa serta masyarakat berembuk, berkumpul untuk menyiapkan sekolah serta komunitas didalamnya  agar siap siaga dalam menghadapi bencana.

Dengan dipandu oleh pihak ketiga (baca:fasilitator) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Studi Drya Media (SDM) yang memang sengaja diminta Bank Dunia untuk mendampingi sekolah dalam menyusun program sekolah aman,  semua komunitas sekolah berembug, merumuskan rancangan program yang dibutuhkan.

Rembugan hari itu nampak semarak. Orang tua siswa  nampak banyak yang hadir. Dari yang muda sampai yang tua semuanya hadir diruangan. Jumlah masyarakat yang hadir jauh melebih jumlah guru. Suasan bertambah riuh dengan kehadiran ibu-ibu yang datang dengan membawa anaknya. Antusiasme warga dalam rembugan terlihat begitu besar. Hanya saja, dipertemuan tersebut didominasi oleh ibu-ibu saja. Menurut pengakuan ibu-ibu, bapak-bapaknya tidak bisa hadir karena mereka punya kesibukan di kebun. Jadi untuk permasalahan sekolah diserahkan kepada ibu-ibunya. Adapun bapak-bapak yang hadir dipertemuan itu adalah ketua RW sekaligus ketua komitenya.

Setelah pemaparan kondisi fisik dan non fisik oleh fasilitator, sesi rembug ini dilanjutkan dengan pembahawan visi, misi serta program sekolah yang aman dari bencana. Pak Nana (49) wakil kepala sekolah memberikan pendapat bahwa sebaiknya visi dan misi yang dibuat tidak hanya mewadahi masalah fisik saja, akan tetapi mewadahi juga permasalahan non fisik. Alasannya bahwa gedung yang kuat jika tidak didukung oleh kesiap-siagaan, maka akan terasa kurang ujarnya.

Pendapat ini kemudian diamini oleh Bapak Hardani (52) kepala sekolah, yang memberikan tambahan sekaligus usul konkret bahwa visi yang harus dipakai kuncinya adalah mengembangkan bukan membangun. Alasan logisnya karena sekolah sudah punya modal besar yang masih berpotensi untuk dikembangkan. Semua hadirian menyepakti kerangka visi yang akan dibuat.

Sesi penyusunan visi dan misi ini ditutup oleh pendapat dari hadirin paling tua, sebutlah Mak Inoh namanya, umurnya sekitar 70 tahun. Mak Inoh berpendapat bahwa bangunan yang kuat harus juga didukung oleh orang-orang yang sehat dan kuat didalamnya. Alasanya, jika orang-orang didalamnya tidak sehat dan kuat, tentu saja proses belajar mengajar tidak akan maksimal. Gedung yang bagus tidak akan terpakai dengan maksimal.

Rembug dilanjutkan dengan penyusunan program kerja. Dalam penyusunan program kerja ini, warga tidak terlalu aktif. Dalam sesi ini, guru-guru terlihat lebih aktif. Pak Hendra (35) guru olah raga mengatakan bahwa yang pasti program tersebut harus menyentuh sisi fisik dan non fisik. Program fisik dan non fisik harus berpadu, karena sekolah yang aman bukan hanya aman dari segi fisik saja, akan tetapi juga warga didalamnya harus siaga.

Secara lebih khusus, Pak Hendra mengusulkan bahwa program non fisik, berupa penambahan pengetahuan serta, tindakan-tindakan yang harus dimasukan sebagai salah satu program kerja prioritas. Dengan alasan sebagai guru olahraga, pak Hendra mengusulkan agar dalam program non fisik memasukan program pelatihan kesiapsiagaan komunitas sekolah dalam menghadapi ancaman gempa.

Menambahkan hal tersebut, Bapak Tatang (50) mengusulkan agar pelatihan tersebut tidak hanya melibatkan komunitas sekolah saja, akan tetapi juga melibatkan masyarakat yang ada disekitarnya. Alasanya bahwa warga disekitarpun mempunyai keterbatasan kemampuan dalam menghadapi bencana berupa gempa. Selain itu, wargapun merupakan pihak yang tidak terpisahkan dari sekolah, karena mereka menyekolahkan siswanya di SD Tribakti. Akhirnya forumpun sepakat untuk tidak hanya mewadahi komunitas sekolah saja, akan tetapi juga komunitas warga sekalian.

Setelah pak Hendra, selanjutnya Pak Hardhani yang mengusulkan program kerja. Menurut pak Hardhani bahwa kondisi bangunan SD Tribakti masih mempunyai banyak kekurangan terutama jika dikaitkan dengan potensi gempa. Salah satu hal penting yang menurut Pak Hardhani harus segera direalisasikan adalah perluasan gerbang sekolah.

Dalam amatan pak Hardhani, luas gerbang sekolah tidak memadai jika dibandingkan dengan jumlah siswa, apalagi ketika terjadi gempa yang biasanya diikuti dengan kepanikan. Oleh karena itu, dalam jangka waktu satu tahun renovasi gerbang sekolah harus jadi prioritas.

Selanjutnya Ibu Tijah (49) salah satu guru perempuan menambahkan, bahwa selain kesiagsiagaan komunitas sekolah serta bangunan yang tahan gempa, hal kecil yang harus diperhatikan adalah perlengkapan sekolah sekait bencana. Menurut Ibu Tijah, bencana, salah satunya adalah bencana gempa merupakan hal yang sulit diprediksi, oleh karena itu sekolah harus bersiap dengan berbagai resiko. Salah satunya adalah menyiapkan perlengkapan setelah terjadinya gempa. Ibu Tijah, menyadari bahwa tidak selamanya komunitas sekolah berada dalam kondisi siaga. Oleh karena itu program pengadaan perlengkapan ketika terjadi dan sesudah bencana menjadi hal penting.

Terakhir, dalam rangka mengawal pengimplementasian beberapa program tersebut, semua pihak menyepakati bahwa harus ada kelompok pengawal yang ditugaskan oleh sekolah secara resmi. Tugas penting dari kelompok ini adalah membuat rancangan teknis dan detail pelaksanaan program tersebut. Untuk mengetuai kelompok ini, Bapak Hardhani menugaskan sekaligus mengintruksikan kepada Bapak Nana untuk menjadi ketua tim ini. Pertimbangan pentingnya adalah karena Bapak Nana dianggap cakap dan punya banyak pengalaman.

Tanpa banyak berbicara, Bapak Nana menerima instruksi dan tugas tersebut, namun dengan syarat.Bapak Nana ingin didukung secara penuh oleh semua komunitas sekolah dan masyarakat.
Tidak terasa rembug telah berjalan lebih dari tiga jam. Walau masih terlihat antusias, namun poin-poin penting pertemuan telah didapat. Pertemuan segera diakhiri. Bapak Hardhani menutup sesi ini dengan cepat, lalu langsung meminta semua guru dan fasilitator untuk ke ruang guru dan kepala sekolah.

Ternyata diruang guru, telah tersedia nasi tumpeng lengkap dengan lauk dan kerupuk. Kami segera dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Selidik demi selidik, ternyata rembug hari ini bertepatan dengan selamatan pembangunan gedung baru yang didanai dari DAK itu.  Jadi hari itu, lengkaplah sudah kondisi SD Tribakti, bangunan akan segera beres dan dokumen yang berisi program penyiapan sekolah aman siap dilaksanakan.

Sambil menikmati sajian nasi tumpeng, suasana damai meresap perlahan. Dari seberang Situ Cileunca, masyarakat, guru, kepala sekolah, komite, siswa telah membangun mimpi sekaligus siap membuatnya menjadi kenyataan. Semoga.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar