Rabu, 26 September 2012


SDN Pangalengan 8
Belajar Mewujudkan Sekolah Aman
Oleh Aang Kusmawan

“Kalau ada Gempa, Lindungi Kepala
Kalau Ada Gempa, Masuk Kolong Meja
Kalau Ada Gempa, Hindari Kaca
Kalau Ada Gempa, Cari Tempat Kerja”

Pangalengan, siang itu terlihat redup. Cahaya matahari tidak terlalu menyengat seperti di tempat lain. Sementara itu, disalah satu ruangan Sekolah Dasar (SD) Pangalengan 8, kurang lebih tiga puluh siswa-siswi berseragam merah putih  beberapa kali menyanyikan lirik diawal tulisan dengan begitu riang.

Masuk pada hitungan ketiga lagu tersebut dinyanyikan tiba-tiba terdengan suara peluit cukup melengking. Sejenak kemudian terdengar suara riuh dari anak-anak yang meneriakan kata gempa berkali-kali.
Lalu dengan bimbingan guru, siswa-siswi tersebut keluar dengan teratur. Jejeran siswa-siswi yang posisinya berada dekat pintu segera keluar. Dimulai dari jejeran paling depan lalu kebelakang. Kemudian disusul oleh jejeran kedua. Prosesnya sama, dari jejeran paling depan lalu kebelakang.

Siswa-siswa tersebut keluar dengan rapi. Tidak ada yang saling menyusul. Masing-masing siswa menutup kepalanya dengan tas. Jalur keluar sudah disiapkan, tidak lupa dilengkapi dengan tanda-tanda yang cukup familiar dilihat anak SD.

Pemberhentian terakhir (shelter) siswa-siswi tersebut adalah titik tengah lapangan depan gedung sekolah yang cukup luas. Disana terlihat siswa-siswi berkelompok dengan jumlah tertentu. Sesudah semua berkelompok, guru-guru mengajak siswa-siswi untuk kembali bernyanyi dan meminta siswa-siswi menurunkan tas yang dipakai untuk menutup kepalanya.

Sesudah selesai menyanyi beberapa kali, semua siswa-siswi dibimbing untuk keluar dari area sekolah. Seperti halnya adegan keluar dari kelas, siswa-siswipun keluar dari pihak sekolah dengan tertib, sesuai dengan kelasnya masing-masing.


Setelah diluar, sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Satu persatu siswa tersebut didatangi oleh beberapa orang tua, lalu kemudian siswa dan orang tua tersebut pergi meninggalkan sekolah. Tidak beberapa jauh dari sekolah, siswa dan orang tua tersebut kembali ke arah sekolah.

Sementara itu, siswa-siswi yang berada dikelas, dikolong meja tepatnya, dalam beberapa menit tetap berada dibawah meja tersebut. Lalu setelah beberapa waktu, siswa-siswi tersebut dipersilahkan untuk keluar dari ruangan dengan tertib seperti jejeran sebelumnya. Tentu saja dengan kepala ditutupi dengan tas masing-masing.

Sama seprti kelompok lain, siswa-siswi tersebut berjalan menuju titik tengah lapangan sekolah. Lalu disana, mereka didatangi oleh beberapa orang tua, lalu bergerak meninggalkan sekolah dengan didampingi oleh masing-masing orang tua tersebut. Setelah agak jauh meninggalkan sekolah, orang tua dan siswa tersebut kembali menuju lapangan sekolah.

Setelah semua siswa berkumpul, guru-guru memandu setiap siswa untuk kembali bernyanyi beberapa putaran. Setelah itu siswa-siwi tersebut diajak untuk bertepuk tangan, berfoto bersama. Siswa-siswi terlihat begitu riang.Mereka semua tertawa. Lalu mereka semua meninggalkan sekolah dengan didampingi oleh orang tuanya masing-masing.

Ya, serangkaian kegiatan tersebut merupakan bagian penting dari pelaksanaan simulasi bencana gempa bumi yang dilaksakan oleh guru-guru, kepala sekolah, komite serta masyarakat di SD Pangalengan 8. Simulasi kegempaan tersebut merupakan salah satu rangkaian penting dari pelaksanaan konsep sekolah aman yang digagas oleh SD Pangalengan 8 dengan didampingi oleh tim fasilitator sekolah aman kerja sama antara Studio Drya Media Bandung (SDMB) dengan Global Facility For Disaster and Reduction Recovery World Bank (GFDRRWB) kantor Indonesia.

Jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan simulasi tersebut, guru-guru, komite dan masyarakat terlebih dahulu melakukan kajian kondisi sekolah, titik rawan serta penilaian kemampuan pengetahuan, sikap dan tindkan komunitas sekolah mengenai kebencanaan.

Setelah pengkajian selesai dilakukan, pekerjaan dilanjutkan dengan menyusun perencanaan sekolah bersama-sama siswa, guru, orang tua siswa, komite. Dalam perencanaan tersebut, disusun perencanaan untuk wilayah fisik, yaitu berupa banguna serta komponen arsitekturalnya. Sedangkan wilayah non fisik, adalah perencanaan penguatan di sisi kemampuan, sikap dan tindakan dalam menyikapi bencana.
Simulasi yang dilakukan tersebut, merupakan salah satu bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam menyikapi bencana, khususnya bencana gempa yang rentang terjadi di wilayah Pangalengan.

Riza Irfani, salah satu “gegedug” dari SDMB mengatakan bahwa program ini merupakan salah satu respon atas kondisi beberapa daerah di Indonesia yang rawan bencana. Jawa Barat yang didalamnya terdapat Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang mempunyai tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Oleh karena itu, aspek fisik dan non fisik harus dipersiapkan dengan matang agar ketika terjadi gempa, seluruh komunita sekolah, terutama siswa-siswi siap menghadapi bencana.

Senada dengan hal tersebut, Arum Sari, kepala sekolah SD Pangalengan 8 mengakui bahwa simulasi yang dilakukan, merupakan salah satu langkah kecil dalam wewujudkan SD Pangalengan 8 sebagai salah satu sekolah yang aman terhadap bencana, terutama bencana gempa bumi. Diluar simulasi tersebut, sebenarnya masih ada program lain yang tak kalah pentingnya, yaitu program pembanguna sisi fisik.

Masih menurut penuturan, Arum Sari, dalam lima tahun kedepan, semua komunitas sekolah akan berusaha sekuat tenaga dalam mewujudkan sekolah aman. Pembangunan dan pengembangan sisi fisik dan non fisik akan dilakukan secara bersamaan. Tidak ada yang dinomorduakan dalam upaya mewujudkan sekolah aman.

Ya, semoga saja apa yang telah diimpikan dan sebagian kecil telah diterapkan oleh SD Pangalengan dapat menjadi kegiatan yang bermanfaat dalam menyelamatka generasi muda penerus peradaban. Dari ujung selatan perbukitan Kabupaten Bandung Selatan, SD Pangalengan 8 telah belajar untuk mewujudkan mimpi sekolah aman. Semoga semuanya diberi kelancaran. Amin.























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar